Surat rekomendasi dari BWSS III tertanggal 14 Juni 2024 dengan nomor SR147/Bws13/425 menjadi landasan resmi pemanfaatan sebagian wilayah sungai tersebut. Menurutnya, selama aktivitas tambang mengikuti prinsip-prinsip konservasi dan pengendalian dampak lingkungan, kegiatan ini dapat berjalan beriringan dengan perlindungan ekosistem sungai.
Namun, kehadiran tambang pasir di kawasan sungai utama Kota Palu menimbulkan kekhawatiran sebagian warga dan pemerhati lingkungan. Mereka khawatir aktivitas tambang bisa mengganggu aliran sungai dan memperparah risiko banjir musiman yang kerap terjadi di Palu.
Data Dinas ESDM mencatat, hingga awal 2025, terdapat 38 Izin Usaha Pertambangan untuk pasir dan batuan aktif di Kota Palu. Mayoritas izin itu berada di wilayah Kecamatan Ulujadi dan Tawaili, dengan komoditas utama berupa batu gunung (quarry) dalam skala besar.
Pemerintah daerah menegaskan bahwa pengawasan dan evaluasi berkala akan terus dilakukan agar kegiatan pertambangan tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.
Editor : Jemmy Hendrik
Artikel Terkait