JAKARTA, iNewsPalu.id – Dalam semangat memperkuat sistem perlindungan sosial, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum) bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan resmi menjalin kemitraan melalui penandatanganan nota kesepahaman tentang *Optimalisasi Penyelenggaraan Program JKN*. Inisiatif ini bertujuan memperluas akses kepesertaan serta meningkatkan literasi hukum dan kesehatan di kalangan masyarakat.
Nota kesepahaman tersebut menandai babak baru sinergi antar lembaga negara dalam menyatukan dua pilar penting—hukum dan kesehatan—untuk menciptakan layanan publik yang lebih integratif dan inklusif.
“Ini bukan sekadar kerja sama administratif. Kita ingin agar layanan hukum juga menjadi pintu masuk untuk memperkuat kesadaran masyarakat mengenai pentingnya jaminan kesehatan,” tegas Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, usai menandatangani dokumen kerja sama bersama Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti.
Kerja sama ini meliputi sosialisasi bersama, pertukaran data, dan integrasi sistem pelayanan. Fokus utamanya adalah menjangkau kelompok-kelompok masyarakat yang belum terdaftar dalam program JKN, serta menjaga kesinambungan partisipasi peserta yang telah bergabung.
“Dengan data layanan hukum dan kekayaan intelektual yang dikelola Kemenkum, kita bisa tahu siapa yang belum masuk dalam sistem JKN, dan dengan itu bisa kita dekati untuk ikut serta,” jelas Ghufron.
Menurut data per 1 April 2025, jumlah peserta JKN mencapai lebih dari 279 juta jiwa. Namun, masih ada sekitar 1,87 persen dari total penduduk Indonesia yang belum terjangkau. Melalui kolaborasi ini, BPJS berharap bisa mengoptimalkan pemanfaatan data untuk menjangkau mereka.
Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Sulawesi Tengah, Rakhmat Renaldy, mengapresiasi langkah ini dan menyebutnya sebagai terobosan yang dapat mendorong inklusi layanan publik.
“Kolaborasi ini akan kita bawa ke daerah-daerah, menyasar pelaku UMKM, masyarakat pedesaan, dan kelompok marginal. Ini sejalan dengan semangat pelayanan yang responsif dan merata,” kata Rakhmat di Palu.
Rakhmat menyebut pendekatan yang dilakukan akan bersifat edukatif dan kolaboratif, mengutamakan literasi hukum dan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan manusia Indonesia.
Nota kesepahaman ini akan ditindaklanjuti dengan perjanjian teknis dan berlaku selama lima tahun. Implementasinya akan terus dievaluasi untuk menyesuaikan dengan dinamika masyarakat dan kebijakan nasional yang berkembang.
Editor : Jemmy Hendrik
Artikel Terkait