Kisah Arlina, wanita 61 tahun yang sering tersesat di hutan saat mencari kayu bakar karena matanya rabun, kini berubah menjadi cerita penuh syukur. Ia tak perlu lagi meraba-raba dunia dalam bayang-bayang. Kayu bakar yang ia kumpulkan kini bisa digunakan untuk memasak air yang ia jual demi menyambung hidup. Begitu pula dengan Cumi, penenun sarung Donggala berusia 70 tahun yang sempat berhenti berkarya karena buta. Kini, dengan mata yang mulai terang, Cumi bertekad untuk kembali menenun sarung-sarung indahnya.
Ada juga Yunita, seorang guru PAUD yang mendapatkan informasi operasi gratis ini melalui media sosial Facebook. Baginya, operasi ini adalah mukjizat yang memungkinkannya kembali melihat wajah murid-muridnya dengan jelas. Yunita berharap informasi tentang program mulia ini bisa lebih luas menjangkau warga di pelosok yang mungkin belum tahu caranya mendaftar.
Menjelang sore, saat matahari mulai condong ke barat dan menyinari laut Donggala dengan warna oranye keemasan, halaman rumah sakit mulai sepi. Tim medis membereskan peralatan dengan wajah lelah namun puas.
Bagi mereka, ini bukanlah sekadar proyek, melainkan panggilan kemanusiaan. Para lansia pun beranjak pulang dengan langkah yang lebih pasti. Mereka tidak hanya membawa pulang penglihatan yang pulih, tetapi juga keyakinan baru bahwa negara hadir untuk memulihkan martabat mereka, membawa cahaya harapan yang kembali menyapa mata dan jiwa mereka.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait
